Sabtu, 10 Desember 2016

Masalah Remaja yang ada di KALBAR

Menurut Pontianak Post Pada Tanggal 21 Juli 2016

KALBAR MASUK LIMA PROVINSI TERATAS
PRAKTIK pernikahan dini di Indonesia masih marak di kalangan masyarakat. Perempuan dalam kelompok usia 18 tahun ke bawah rupanya masih banyak yang memulai kehidupan rumah tangga lebih awal.
Sayangnya, hal tersebut seringkali memutuskan peluang karier mereka dan menghambat potensi ekonomi Indonesia. Deputi Bidang Statistik Sosial Badan Pusat Statistik, Sairi Hasbullah menjelaskan, pihaknya telah survey yang melibatkan perempuan usia 20-24 tahun Indonesia pada 2015 lalu.
Dari data tersebut, 23 persen perempuan kelompok usia tersebut sudah menikah sebelum usia 18 tahun. Dalam kasus ini, rasio penduduk desa yang menjadi istri di usia muda memang lebih mudah, yakni 27,11 persen dari total peserta survey.
Sedangkan, rasio perempuan menikah usia anak di perkotaan mencapai 17,09 persen. "Indikasinya hampir terjadi di seluruh Indonesia," terangnya di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta.
Di antara provinsi tersebut, terdapat lima provinsi dengan rasio di atas 30 persen. Sulawesi dengan rasio 34 persen; Kalimantan Selatan 33,68 persen; Kalimantan Tengah 33,56 persen; Kalimantan Barat 32,21 persen; dan Sulawesi Tengah 31,91 persen.
"Ini berarti satu dari tiga anak perempuan di provinsi-provinsi tersebut menikah di bawah umur," ujarnya.
Soal alasan para perempuan menikah, masalah ekonomi bukan satu-satunya faktor. Justru, hal tersebut  mengaku salah satu orang yang tingginya angka perkawinan usia anak di beberapa daerah ini ternyata tidak selalu dipengaruhi oleh faktor ekonomi atau kemiskinan.
Dampak dari praktik tersebut, lanjut dia, adalah perempuan yang cenderung berpendidikan rendah. Dari survey tahun lalu, hanya sembilan persen perempuan yang menikah muda bisa lulus SMA.
Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan Bappenas Subandi Sardjoko menerangkan, tren pernikahan dini sendiri sudah menurun pada lima tahun terakhir.
Hal tersebut dibuktikan dengan rasio pernikahan dini perempuan Indonesia pada 2008 yang mencapai 27,4 persen.
Namun, hal tersebut bukan berarti angka saat ini sudah bagus. Hal ini jelas masih menjadi masalah yang besar bagi Indonesia. "Kalau menurut UNICEF, angka ini masih tinggi sekali. harusnya sampai zero atau nol,"  jelasnya.
Dia pun menambahkan, fakta tersebut sebenarnya punya dampak secara tak langsung terhadap ekonomi. Pasalnya, Indonesia jadi kehilangan potensi tenaga kerja yang produktif. Hal tersebut secara tak langsung membuat daya saing usaha Indonesia menjadi lebih rendah.
"Apalagi, perkawinan usia anak yang terjadi di pedesaan. Ekonomi desa jadi tambah lambat dan negara rugi tidak produktif," ungkapnya. (bil/JPG)

0 komentar:

Posting Komentar